Latest Movie :

like

Recent Movies

tips agar mendapatkan kebahagiaan



Sering Kali Kira tidal memperhatikan half yang kecil padahal hal kecil itu berdampak besar sekali. Kita ingin selalu mendapatkan kebahagiaan namun kita tidal tau APA SIh yang sebenarnya makna bahagia Dan bagaimana bentuknya.

Ada sebuah cerita yang visa dibilang sederhana, naming cukup bermakna.

Pada suatu acara seminar yang dihadiri oleh sekitar 50 peserta. Tiba-tiba sang Motivator berhenti berkata-kata dan mulai memberikan balon kepada masing2 peserta. Dan kepada mereka masing2 diminta untuk menulis namanya di balon tsb dgn menggunakan spidol. Kemudian semua balon dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam ruangan lain.

Sekarang semua peserta disuruh masuk ke ruangan itu dan diminta untuk menemukan balon yang telah tertulis nama mereka, dan diberi waktu hanya 5 menit. Semua orang panik mencari nama mereka, bertabrakan satu sama lain, mendorong dan berebut dengan orang lain disekitarnya sehingga terjadi kekacauan.

Waktu 5 menit sudah usai, tidak ada seorangpun yang bisa menemukan balon mereka sendiri. Sekarang masing2 diminta untuk secara acak mengambil sembarang balon dan memberikannya kepada orang yang namanya tertulis di atasnya. Dalam beberapa menit semua orang punya balon mereka sendiri.

Akhirnya sang Motivator berkata : Kejadian yg baru terjadi ini mirip dan sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Semua orang sibuk mencari kebahagiaan untuk diri sendiri, (mirip dengan mencari balon mereka sendiri) dan banyak yg gagal. Mereka baru berhasil mendapatkannya ketika mereka memberikan kebahagiaan kepada orang lain (memberikan balon kepada pemiliknya).

Kebahagiaan kita terletak pada kebahagiaan orang lain. Beri kebahagiaan kepada orang lain, maka anda akan mendapatkan kebahagiaan anda sendiri.

Si Kaya dan Si Miskin



 Si Kaya dan Si Miskin


alkisah ada seorang yang kaya raya. di akhir tahun atau diwaktu liburan ia suka menghabiskan waktunya di desa. pada suatu musim liburan, seperti biasa ia mengunjungi desa tempat ia dilahirkan. kunjungan kali ini ia mengajak anaknya yang berumur 7 tahun. rencana yang ia miliki pergi ke desa adalah untuk berkunjung dan menginap selama beberapa hari.

 Pak Suwarta, demikian nama orang kaya tersebut. Masa kecil Pak Suwarta dihabiskan di sana, hingga kedua orang tuanya meninggal dan dia mengikuti kakaknya ke Kota, di Kota besar itulah Suwarta mulai berbisnis dan meraih kesuksesan seperti sekarang ini.

Desa itu lumayan terpencil, sangat jauh dari hiruk pikuknya keramaian  kota besar. Secara sepintas, penduduk di sana memang terlihat seperti orang miskin. Yup, selain untuk mengenang masa kecilnya, bapak yang dikenal sangat suka melontarkan kata-kata inspirasi itu juga ingin memberi pelajaran kepada anaknya tentang arti “kaya dan miskin“. Ada pemahaman yang ingin ditanamkan kepada anak lelakinya bahwa kesuksesan adalah hal yang memang sangat layak diperjuangkan. Pak Suwarta ingin memperlihatkan kepada anaknya betapa susahnya hidup sebagai orang miskin.

Selama beberapa hari Bapak Suwarta dan anak lelakinya tinggal di rumah temannya. Rumah itu adalah milik Pak Karto, teman dan sahabat kecilnya Pak Suwarta. Rumah orang miskin itu sangat sederhana, berdinding papan, dan tidak memiliki pagar. Sekitar 10 meter di belakang rumah itu terdapat sungai kecil yang sangat jernih airnya. Sungai yang sama yang digunakan oleh Pak Suwarta bermain air dan berenang dengan teman-temannya 30 tahun yang lalu. Di depan rumah tersebut terdapat tanah lapang, tempat para anak-anak petani menggembalakan ternaknya. Anak-anak juga sering bermain layang-layang di tanah lapang itu.

Tak terasa, 5 hari telah berlalu, dan Pak Suwarta merasa bahwa sudah cukup waktunya untuk kembali ke kota. Sembari mengendarai mobilnya, Pak Suwarta melontarkan pertanyaan penting kepada anak kecilnya, “Bagaimana, nak? Apa yang kamu lihat dengan keadaan di sana? Apa saja yang kamu dapatkan setelah menginap beberapa hari di rumah Pak Karto?” Pak Suwarta berharap anaknya sudah dapat memahami perbedaan antara kaya dan miskin.

“Waaah… Luar biasa, Yah!” Jawab anak itu. “Kita harus repot-repot membangun kolam renang yang mahal di belakang rumah, sedangkan mereka kolam renangnya puanjaaaaang sekali.” Anak itu melanjutkan, “Trus, halaman kita sempit dan tidak bisa melihat apa-apa karena ada temboknya, sedangkan halaman rumah mereka luaaaas sekali, sejauh mata memandang, bahkan bisa dipakai untuk bermain layang-layang! Kita harus membangun taman, sedangkan mereka memiliki taman yang buesar sekali! Kita harus antri dan membayar di supermarket setiap kali berbelanja, sedangkan mereka tinggal ngambil aja di kebun! gak bayar!”

Sambil mengusap mulutnya, anak itu berkata lagi, “Kita harus ke luar negeri untuk membeli lampu taman, sedangkan lampu taman mereka buanyaak sekali. Bertaburan dan kelap-kelip di angkasa! Setiap hari bapak harus kerja dari pagi sampai malam, sedangkan pak Karto? waah.. tiap sore dia bisa bercanda dan main kejar-kejaran dengan anaknya! Kita harus ke kebun binatang kalo mau naik hewan, kalo mereka? tiap hari mau naik apapun juga bisa, ada sapi, ada kerbau, bahkan ada kuda! gak perlu bayar! Wah, ternyata kita adalah orang miskin, kita masih kalah kaya dengan mereka, yah..”
Tidak ada jawaban, cerita motivasi, ataupun kata-kata inspirasi yang mampu keluar dari mulut Pak Suwarta hingga mereka sampai di rumah.

Wanita Karier???



Wanita Karier???
wanita

Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar. Kulihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab dan tertutup sedang duduk disamping
masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. 

Aku mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan.
Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu. “Anti sudah menikah?”.

“Belum ”, jawabku datar.
Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi “kenapa?”

Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman. Ingin kujawab karena masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan.
“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.
“Menunggu suami” jawabnya pendek.

Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya
kuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja di mana?”

Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.
“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.
“Kenapa?” tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.
Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya ingin didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja.
“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Kamu tahu kenapa ?
Waktu itu jam 7 malam, suami saya saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing.
Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah berkata, “abi, pusing nih, ambil sendirilah !!”.
Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah
bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)?
Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci.
Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini?
Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.
Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya.
Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.”
Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di usapnya.
“Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan.
Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.
Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya.
Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya.
Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya, dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah ini”
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya”
Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara. “Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara- saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan yang lain.”
Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.
“Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja juga kan untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah.
Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.
“Anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis bukan karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya. Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, saat itu orang tersebut
belum mempunyai pekerjaan ?
Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?
Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.
Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu.
Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu.
Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.
Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku.
Dan dia mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku. Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu meninggalkanku.
Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.
Ya Allah….
Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling berkesan dalam hidupku.
Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa ilaaha illallah…Allahu Akbar
Semoga pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agamanya.
Thanks to  saudara Fathul Baari

Si Murung dan Si Ceria













Si Murung dan Si Ceria

Renungan Ibu

Renungan Untuk Kita Semua





Putra Saudagar



Putra Saudagar

Disuatau kota tinggalah seorang saudagar yang sangat kaya. Ia hanya memiliki seorang putra  yang bernama Rama. Rama memiliki banyak teman dan ia mengajak temannya berpesta pora dirumahnya setiap malam.

Pada suatu hari setelah semalaman Rama berepesta pora dengan teman-temannya, pak saudagar kaya bertany, “rama siapakah anak-anak muda yang setiap amalm datang ke rumah ini?”
“Merek teman-temanku, ayah,” jawab Rama. 
Pada hari berikutnya, pak saudagar kaya kembali bertanya pada anaknya, “ Rama, siapakah anak-anak muda yang setiap malam datang kerumah ini?”
Dengan ekspresi heran Rama menjawab, “lho.. bukankah kemarin ayah sudah bertanya dan aku sudah menjawabnya. Mereka adalah teman-temanku, ayah...”
“hmm.. begitu ya? Baiklah... besok pagi kamu harus pergi dari rumah ini!”
“apa?!” sontak Rama dengan wajah terkejut. Jadi ayah mengusirku?”
“iya! Jangan injakkan kakimu di rumah ini lagi!” jawab pak saudagar dengan tegas.

            Keesokan harinya Rama pergi meninggalkan rumah dengan perasaan sedih. Ia mendatangi rumah salah satu temannya. Secara diam-diam pak saudagar kaya mengutus salah satu pembantunya untuk mengikuti kepergian Rama.
            Setibanya dirumah temannya Rama, ia menemui temannya dan berkata, “kawan aku diusir ayahku. Bolehkah aku bermalam dirumahmu?”
            “waduh, Rama. Saya minta maaf, Tidak ada tidak ada kamar kosong di rumahku.” Jawab temannya dengan singkat. 

Rama mengunjungi temannya yang lain. Namun lagi-lagi ia mendapatkan jawaban yang sama. Dengan terpaksa ia bermalam di jalan. Setelah beberapa minggu berlalu, pelayan yang tanpa sepengetahuan Rama selama ini selalu mengikutinya diperintahkan oleh pak saudagar kaya untuk mengajaknya pulang.
            “tuan muda, tuan diminta pulang oleh ayah tuan!”
            Dengan wajah heran Rama menjawab” lho...pak pelayan sedang apa kau disini?”
Ah sudahlah... mari kita pulang. Ayah tuan sudah menunggu” jawab pelayan.

            Ahamad kembali bertemu ayahnya. Ayahnya mengajaknya makan siang disebuah restoran mewah dikota itu. Dalam kesempatan itu pak saudagar kaya ingin menjelaskan sesuatu kepada anak semata wayangnya.
            “anakku, seorang teman sejati tidak akan membiarkan temannya dalam kesulitan. Orang-orang setiap malam kamu ajak pesta pora di rumah, mereak bukanlah teman sejati. Mereka berteman denganmu hanya karena uang! Jadi, berhati-hatilah dalam memilih teman.” 


            Rama hanya bisa menunduk merenungi semua nasehat ayahnya. Ia banyak mendapatkan pelajaran tentang kehidupan dari ayahnya. 
       “ terima kasih ayah...” Rama berkata dengan lirih seraya memeluk ayahnya erat-erat. Tak terasa air matanya meleleh membasahi dua pipinya. Ia sangat bahagia memiliki seorang ayah yang bijaksana dan sangat penyayang kepadanya. 
            Usai makan Ayah dan anak itu pergi meninggalkan restoran. Dalam perjalanan pulang, ketika keduanya melintasi sebuah jalan yang lengan, tiba-tiba pak saudagar kaya melihat seorang laki-laki tergeletak ditepi jalan. 

Keadaan orang tersebut terluka dan bersimbah darah. Ia menghentikan mobilnya dan dengan cepat berlari untuk menolong orang itu. Ternyata orang itu sudah tidak bernyawa karena kehabisan darah dari luka-luka yang da ditubuhnya. Namun malang benar nasib saudagar kaya itu, ia malah disangka membunuh orang itu dan dibawa ke kantor polisi. Polisi menangkapnya dan memasukannya ke penjara. 
            Rama berusaha untuk menjelaskan sebenarnya perkara itu, namun ia tidak bisa memungkiri bukti sidik jari ayahnya yang banyak melekat ditubuh korban.
            Pengadilan menjatuhkan hukuman 12 tahun untuk saudagar kaya itu. Berita tentang dipenjaranya saudagar kaya itu tersebar keseluruh penjuru kota. Setelah mendengar berita tersebut teman-teman pak saudagar kaya bergegas mendatangi kantor polisi. Mereka merasa iba dan yakin bahwa pak saudagar kaya pasti bukan pelaku dari pembunuhan itu. Mereka beramai-ramai menghadap hakim.
           
            “ yang mulia bapak hakim, tolong bebaskan teman saya ini. Saya sangat yakin abhwa bukan dia pelaku dari pembunhan ini. Saya akan memberikan seluruh harta saya apabila pak hakim membebaskan sahabat saya ini!” seru pak peternak yang tidak lain adalah sahabat pak saudagar kaya.
Namun hakim tetap pada keputusan. 
            “yang mulia, bebaskanlah teman kami ini. Jika yang mulia menginginkan jaminan, saya bersedia menjadi penggantinya. Penjarakan saya, sebagagi ganti sahabat saya ini.” Kata seorang pedagang sayur, sahabat pak saudagar. 
            Mendengar pernyataan peternak dan pedagang sayur ini, hakim mulai mempertimbangkan dengan sangat hati-hati. Kemudian hakim memutuskan kepada pihak kepolisian untuk mengusut ulang tentang kasus pembunuhan ini. Akhirnya Setelah diusut ulang polisi menemukan pelaku pembunuhan itu dan pak saudagar terbukti tidak bersalah.
Sesampainya dirumah, pak saudagar kaya berkata kepada Rama,
            “anakku, kau lihat! Mereka itulah teman-teman sejatiku. Mereka tidak meningggalkan aku dikala keadaan susah. Kamu harus mencari teman yang demikian!”
Rama mengangguk-angguk Mendengar nasehat ayahnya.
            “sekarang aku akan memberimu uang seratus juta. Pergunakanlah uang ini sebaik-baiknya!”
            Ahmad menerima pemberian ayahnya dengan senang hati. Ia berniat pergi ke kota lain dan memulai usaha membuka sebuah toko kecil.
            Setelah beberapa bulan pak saudagar kaya datang mengunjungi toko anaknya dan bertanya, “anakku, berapa besar penghasilanmu sekarang?”

Betapa Berharganya kesehatan



Betapa Berharganya kesehatan


Hajaj bin Yusuf adalah panglimanya Marwan bin Abdul Malik. Beliau sangatlah tegas dan kejam. Apabila ada yang menghina Allah maka ia bertindak tegas membunuh penghina tersebut. Bahkan apabila ada yang menentang kepemimpinan maka ia bergegas untuk membunuh pembangkang tersebut. Sekalipun demikian ia mempunyai sisi baik yaitu Ia tidak makan apabila tidak ditemani orag miskin. 

Suatu hari Hajaj bin Yusuf berada dalam perjalanan menuju mekah. Di tengah perjalanan menemui waktu makan saing. Ia menyuruh pengawalnya mencari orang miskin. Tanpa pikir panjang Pengawal bergegas mencari orang miskin.

Tidak jauh dari perkemahan, pengawal menemukan seorang penggembala yang tengah tidur pulas di samping kambing-kambing gembalaannya. Pengawal langsung menghampiri penggembala itu kemudian membangunkannya dengan sedikit agak nada keras dan memaksa seraya berkata “Panglima memanggilmu, ayo segera datang!”.

Dengan agak bingung karna bangun tidur, penggembala tersebut bergegas mendatangi panggilan panglima. Ia berjalan mengikuti pengawal. Penggembala itu sudah kenal betul mengenai sifat panglima yang tegas dan kejam. Ia berjalan dengan penuh tanya ada apa gerangan ia dipanggil dan ia menyiapkan mentalnya untuk menghadap panglima.

Setibanya di tempat makan siang ia mendapati Hajaj tengah menunggunya bersama hidangan makan siang. Hajaj mempersilahkan penggembala itu seraya berkata “mari makan bersama dengan saya!”.

Mendapat tawaran dari Hajaj penggembala itu berkata dengan halus” maaf saya sudah mendatangi undangannya orang yang lebih mulia dari pada engkau”. Mendengar jawaban penggembala itu Hajaj sedikit terkejut karena pada umumnya orang yang mendapatkan panggilan darinya merasa bangga. “hey... siapa orang itu? Siapa orang yang menurutmu undangannya lebih mulia dari pada undanganku?” 

Penggembala menjawab “ya, aku sedang mandatangi undangannya Allah yaitu Puasa”. 

mendengar ungkapan dari penggembala tersebut Hajaj berkata: “di hari yang panas seperti ini?”
penggembala menjawab: “bukan hanya itu, tapi aku berpuasa untuk hari yang lebih sangat panas dari pada hari ini yaitu Neraka”.

“Sudahlah puasa besok saja dan sekarang ayo makan bersama saya!” ajak Hajaj. Kemudian penggembala menjawab lagi ”ya hajaj, jika engkau bisa menjamin saya masih hidup sampai esok hari maka saya akan membatalkan puasa saya hari ini, apakah anda bisa menjamin saya masih hidup sampai esok?”. Dengan terheran Hajaj menjawab “ wah tentu saya tidak bisa menjamin”. 


Rasa penasaran hajaj bertambah besar dan iapun berkata “apakah kamu menolak makanan yang enak-enak ini, yang membuat ahli masak, yang hampir tidak pernah kamu rasakan lezatnya, dan kamu ditemani orang yang punya pangkat?
Kemudian penggembala menjawab lagi: “hai hajaj, ingatlah, sesungguhnya yang membangkitkan Nafsu makan bukanlah makanan yang lezat yang dibuat oleh ahli masak, dan teman makannya tapi yang membangkitkan nafsu makan adalah kesehatan.”

Sahabatku kisah teladan ini sangat memberikan kita pelajaran Sekalipun makanannya biasa tapi kalau dimakan saat keadaan sehat maka makanan tersebut akan terasa nikmat. Sebaliknya selezat apapun makanan yang dihidangkan jika kondisinya tidak sehat maka tidak akan ada nafsu makan.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. kisahteladan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger